You are currently viewing Tantangan guru pendidikan inklusif sekolah dasar di masa depan
Suasana hati yang baik hari ini disponsori oleh kopi

Tantangan guru pendidikan inklusif sekolah dasar di masa depan

Implementasi di Indonesia secara lansung menempatkan guru SD sebagai ujung tombak pelaksana di . Menilik hal ini, profesionalitas dan kompetensi guru SD menjadi aspek yang penting sebagai modal guru untuk menerapkan pendidikan inklusif. Guru SD menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal (1) harus menguasai empat kompetensi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran siswa.

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan siswa. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Selain itu, guna mempersiapkan dan menyongsong generasi Indonesia Emas tahun 2045 guru setidaknya harus mampu memastikan siswanya agar mampu menguasai keterampilan Abad 21. Adapun 4 keterampilan tersebut menurut Kemdikbud (2018) yaitu keterampilan berpikir kritis dan memecahkan masalah (critical thinking and problem solving skills), bekerjasama (collaboration skills), kemampuan untuk berkreativitas (creativities skills), dan kemampuan untuk berkomunikasi (commnication skills). Hal ini juga berlaku bagi guru SD inklusif, agar siswa ABK yang diajarnya mampu berkembang dan menguasai keterampilan 4C dengan berbagai kekhususan dan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut.


Berdasar tuntutan kompetensi dan perkembangan ilmu pengetahuan diatas maka dirumuskan beberapa bagi guru SD inklusif dalam melaksanakan tugasnya saat ini dan masa yang akan datang. Tiga tantangan ini merupakan tatangan yang urgent, dan harus dipersiapkan oleh guru di SD inklusif agar tidak hanya mampu menyukseskan implementasi pendidikan inklusif, namun juga memastikan kualitas output dan outcome yang dihasikan oleh pendidikan inklusif. Adapun tantangan tersebut yaitu (1) tantangan tentang keberagaman karaktersitik siswa; (2) tantangan dalam menjalankan peran guru sebagai peneliti; dan (3) tantangan bagi guru untuk menguatkan serta membentuk komunitas belajar profesioal bagi guru SD inklusif. Keberagaman karakteristik siswa berkaitan erat dengan kondisi belajar yang akan disediakan di kelas-kelas sekolah inklusif. Karakteristiik siswa perlu diketahui untuk mengakomodasi keberagaman karakteristik siswa yang khas. Siswa pada sekolah inklusif setidaknya dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Pertama, siswa pada umumnya, kedua siswa yang memiliki kebutuhan kelainan khusus, dan ketiga siswa yang memiliki keistimewaan berupa potensi
khusus.

Kelompok siswa pada umumnya merupakan siswa-siswa yang tumbuh dan bekembang normal seperti pada umumnya. Siswa yang tumbuh normal ini idealnya telah dapat teridentifikasi oleh guru. Guru idealnya memberikan pelayanan normal bagi siswa-siswa yang seperti ini. Siswa normal di Sekolah
Dasar ciri seperti berada ditahap perkembangan kognitif operasional kongkrit. Dimana dalam belajar membutuhkan artefak-artefak yang membantunya untuk memahami konsep dalam belajar.

Tantangan menarik bagi dari segi perkembangan afektif siswa berkembang normal sekolah dasar. Siswa sekolah dasar merupakan puncak dari penanaman nilai-nilai bagi siswa. Nilai yang ditanamkan membekas sampai perkembangan sampai dewasa. Siswa berkembang normal disekolah inklusif perlu ditanamkan nilai menerima perbedaan karakteristik. Melalui hal ini, pembelajaran diharapkan lebih kondusif dan tidak ada perilaku bullying dari siswa yang berkembang normal.

Kelompok siswa yang kedua yaitu siswa yang memiliki kebutuhan khusus berupa kelainan. Kelainan ini beragam, mulai dari yang fisik dan mental. Tantangan bagi guru sekolah inklusif cukup kompleks dalam kaitannya tentang kelainan ini. Guru dituntut untuk mampu mengidentifikasi kelainan yang dimiliki oleh siswa, sehingga kelak dapat membantunya belajar dengan baik. Ada beragam jenis kebutuhan siswa dengan karakteristik ini, seperti disleksia, disgrafia, diskalkulia, ADHD, tuna laras, autism, gangguan emosi dan perilaku, dan tunadaksa (Santrock, 2012: 323-328). Setiap jenis kebutuhan khusus memiliki karakteristik dan keunikan masing-masing sehingga guru memerlukan cara penanganan dan cara mengajar yang berbeda.

Bagi guru, tantangan bagi siswa berkebutuhan khusus ini tentang bagaimana membangun kepercayaan diri dan kemandirian siswa. Siswa idealnya mendapatkan perhatian khusus, sehingga siswa tidak minder dan tetap memiliki semangat belajar sama dengan siswa yang lainnya. Siswa dengan keterbatasan ini terkadang memiliki potensi lain yang luar biasa istimewa. Dengan mendorong kepercayaan diri ini, diharapkan siswa dapat menemukan apa kelebihan yang dimilikinya sehingga dapat menjadi nilai lebih, dan mengagkat kepercayaan diri dalam hal lain.

Tantangan lain bagi guru bagi siswa yang berkebutuhan khusus jenis ini yakni memberikan lingkungan belajar bagi siswa. Penyediaan lingkungan belajar idealnya memperhatikan kekurangan fisik ataupun mental yang dialami siswa. Perhatian khusus terhadap lingkungan sekolah ini agar aksesbilitas setiap siswa untuk belajar tidak terganggu (Chamidah, 2010:70). Aksesbilitas terkait dengan bagaimana siswa bisa berinteraksi, berkontribusi, dan memiliki akases yang sama dalam pembelajaran di kelas inklusif. Akses bilitas juga menekankan bagaimana setiap siswa berkebutuhan khusus dapat menjangkau dan memanfaatkan materi, media, sumber belajar, dan terlibat aktif dalam setiap tugas serta kegiatan pembelajaran.

Selanjutnya karakteristik siswa yang memiliki kebutuhan khusus berupa keistimewaan khusus. Siswa yang memiliki karakteristik ini tidak menutup kemungkinan mereka mudah bosan dan selalu mencari perhatian di kelas dengan membuat onar. Siswa istimewa ini memiliki kecepatan belajar dalam hal tertentu yang luar biasa dibandingkan dengan siswa yang lainnya. Oleh karena itu, siswa ini tadi berupaya terus mencari perhatian-perhatian yang bisa mengganggu kondisi pelaksanaan pembelajaran di kelas.


Pada kasus ini, tantangan guru mengidentifikasi karakteristik apa yang menjadi keunggulan siswa tersebut. Guru tidak menutup kemungkinan untuk memberikan tugas-tugas lain yang menantang bagi siswa dengan keistimewaan ini. Siswa juga dapat diajak untuk melaksanakan tutor sebaya. Siswa istimewa ini ditantang agar mampu mengajari siswa lain belajar. Tantangan-tantangan seperti inilah yang dapat memfasilitasi siswa dengan karakteristik belajar istimewa. Tantangan bagi guru sekolah dasar inklusif masa tidak berhenti sampai disini. Pada perkembangan masa kini, banyak ahli yang mulai mengklasifikasikan generasi-generasi dari sebuah era dengan sebutan tertentu dan memiliki karakteristik yang khas. Oleh karena itu, guru perlu mengetahui karakteristik generasi ini dengan harapan dapat mengakomodasi karakteristik kebutuhan belajar dari siswanya.

Siswa sekolah dasar saat ini oleh para ahli digolongkan pada generasi alpha. Generasi ini adalah mereka yang lahir pada tahun 2010-2025. Karakteristik umum siswa dari generasi ini yaitu genarasi yang dianggap paling akarab dengan gawai/ dunia digital dan diklaim paling cerdas dibanding generasi sebelumnya. Selain itu, kharakteristik spesifik dari generasi ini yaitu: suka mengatur, tidak suka berbagi, suka menerobos aturan, hidup yang tidak lepas dari teknologi, dan skills komunikasi mereka tidak baik (Purnama, 2018: 497). Ini merupakan bentuk perubahan karakteristik yang cukup berbeda dibanding dengan generasi sebelumnya. Dimana terdapat dua sisi baik negatif maupun positif yang menyertainya.

Tantangan karakteristik seperti ini juga perlu dipertimbangkan oleh guru sekolah inklusif. Pembelajaran kedepan dengan ceramah nampaknya tidak lagi relevan. Pembelajaran yang lebih kooperatif, saling membutuhkan antar siswa, membuat aturan main bersama, dan akrab dengan media digital nampaknya lebih menarik bagi siswa sekolah inklusif dengan karakteristik beragam. Dengan demikian, karakteristik untuk saling menerima perbedaan menjadi terakomodasi. Siswa dapat lebih fleksibel belajar dan kondisi pembelajaranpun diharapkan lebih efektif, efisien dan menarik.

Karya: Hani Hikmatunnisa

Judul: Tantangan guru pendidikan inklusif sekolah dasar di masa depan

Asal: H.2010887 universitas djuanda

wisatakopi
Author: wisatakopi

This Post Has 2 Comments

  1. I don’t think the title of your article matches the content lol. Just kidding, mainly because I had some doubts after reading the article.

Leave a Reply