You are currently viewing TANTANGAN GURU INKLUSI SEKOLAH DASAR DIMASA MENDATANG
Suasana hati yang baik hari ini disponsori oleh kopi

TANTANGAN GURU INKLUSI SEKOLAH DASAR DIMASA MENDATANG

GURU  

 

Guru merupakan bagian integral dalam dunia pendidikan. Peran guru sebagai garda terdepan dunia pendidikan. Berhasil atau tidaknya program-program pendidikan juga tergantung dengan guru.  Pada pelaksanaan pendidikan, berbagai tantangan kini dihadapi oleh guru. Guru harus selalu siap dengan setiap inovasi yang masuk di sekolahnya. Dewasa ini pemerintah Republik Indonesia menggalakan pendidikan Inklusif. 

Kebijakan ini dibuat agar seluruh anak bangsa mendapat kesempatan yang sama untuk  memperoleh pendidikan sesuai amanat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini semakin diperjelas dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 31 ayat 1  yang menyatakan bahwa, “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Hal ini tentu  menegaskan bahwa tidak ada pengecualian terhadap semua warga negara Indonesia untuk  memperoleh pendidikan yang layak. Termasuk anak dengan kebutuhan khusus yang selama ini masih mengalami banyak kendala dalam berpartisipasi dan memperoleh akses pendidikan yang layak. 

Pelaksanaan pendidikan inklusif membutuhkan dukungan yang kuat dan saling  mendukung. Dukungan yang dibutuhkan bukan hanya dukungan dana dan sumber daya dari pemerintah, namun juga keterlibatan semua pihak. Adapun seluruh pihak yang dimaksud yaitu sekolah (kurikulum, sarana prasarana yang mendukung), guru, siswa, orangtua, dan masyarakat (Tarnoto, 2016). 

Implementasi pendidikan inklusif di Indonesia secara langsung menempatkan guru SD sebagai  ujung tombak pelaksana di sekolah. Menilik hal ini, profesionalitas dan kompetensi guru SD  menjadi aspek yang penting sebagai modal guru untuk menerapkan pendidikan inklusif. Guru  SD menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal (1) harus menguasai empat kompetensi meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,  kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan  mengelola pembelajaran siswa. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang  mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan siswa. Kompetensi  profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. 

Selain itu, guna mempersiapkan dan menyongsong generasi Indonesia Emas tahun 2045 guru  setidaknya harus mampu memastikan siswanya agar mampu menguasai keterampilan Abad 21.  Adapun 4 keterampilan tersebut menurut Kemdikbud (2018) yaitu keterampilan berpikir kritis  dan memecahkan masalah (critical thinking and problem solving skills), bekerjasama  (collaboration skills), kemampuan untuk berkreativitas (creativities skills), dan kemampuan  untuk berkomunikasi (commnication skills). Hal ini juga berlaku bagi guru SD inklusif, agar siswa ABK yang diajarnya mampu berkembang dan menguasai keterampilan 4C dengan  berbagai kekhususan dan potensi yang dimiliki oleh siswa tersebut. 

Berdasarkan tuntutan kompetensi dan perkembangan ilmu pengetahuan diatas guru memiliki tantangan yang akan dihadapi saat ini dan disaat yang akan mendatang. Tangtangan ini merupakan tatangan yang urgent, dan harus dipersiapkan oleh guru di SD inklusif agar tidak hanya mampu menyukseskan implementasi pendidikan inklusif, namun juga memastikan kualitas output dan outcome yang dihasikan oleh pendidikan inklusif. Adapun  tantangan tersebut yaitu (1) tantangan tentang keberagaman karaktersitik siswa; (2) tantangan  dalam menjalankan peran guru sebagai peneliti; dan (3) tantangan bagi guru untuk menguatkan  serta membentuk komunitas belajar profesioal bagi guru SD inklusif. 

Keberagaman Karakteristik Siswa 

Keberagaman karakteristik siswa berkaitan erat dengan kondisi belajar yang akan disediakan di kelas-kelas sekolah inklusif. Siswa pada sekolah dasar inklusif setidaknya dapat dikelompokkan  menjadi 3 kelompok. Pertama, siswa pada umumnya, kedua siswa yang memiliki kebutuhan kelainan khusus, dan ketiga siswa yang memiliki keistimewaan berupa potensi khusus. 

Kelompok siswa pada umumnya merupakan siswa-siswa yang tumbuh dan bekembang normal  seperti pada umumnya. Siswa yang tumbuh normal ini idealnya telah dapat teridentifikasi oleh  guru. Guru idealnya memberikan pelayanan normal bagi siswa-siswa yang seperti ini. 

Tantangan menarik bagi dari segi perkembangan afektif siswa berkembang normal sekolah  dasar. Siswa sekolah dasar merupakan puncak dari penanaman nilai-nilai bagi siswa. Nilai yang  ditanamkan membekas sampai perkembangan sampai dewasa. Siswa berkembang normal    disekolah inklusif perlu ditanamkan nilai menerima perbedaan karakteristik. Melalui hal ini,  pembelajaran diharapkan lebih kondusif dan tidak ada perilaku bullying dari siswa yang  berkembang normal. 

Kelompok siswa yang kedua yaitu siswa yang memiliki kebutuhan khusus berupa kelainan.  Kelainan ini beragam, mulai dari yang fisik dan mental. Tantangan bagi guru sekolah inklusif  cukup kompleks dalam kaitannya tentang kelainan ini. Guru dituntut untuk mampu  mengidentifikasi kelainan yang dimiliki oleh siswa, sehingga kelak dapat membantunya belajar  dengan baik. Ada beragam jenis kebutuhan siswa dengan karakteristik ini, seperti disleksia,  disgrafia, diskalkulia, ADHD, tuna laras, autism, gangguan emosi dan perilaku, dan tunadaksa  (Santrock, 2012: 323-328). 

Bagi guru, tantangan bagi siswa berkebutuhan khusus ini tentang bagaimana membangun  kepercayaan diri dan kemandirian siswa. Siswa idealnya mendapatkan perhatian khusus,  sehingga siswa tidak minder dan tetap memiliki semangat belajar sama dengan siswa yang  lainnya. Tantangan lain bagi guru bagi siswa yang berkebutuhan khusus jenis ini yakni  memberikan lingkungan belajar bagi siswa. Penyediaan lingkungan belajar idealnya  memperhatikan kekurangan fisik ataupun mental yang dialami siswa. 

Selanjutnya karakteristik siswa yang memiliki kebutuhan khusus berupa keistimewaan khusus.  Siswa yang memiliki karakteristik ini tidak menutup kemungkinan mereka mudah bosan dan  selalu mencari perhatian di kelas dengan membuat onar. Pada kasus ini, tantangan guru  mengidentifikasi karakteristik apa yang menjadi keunggulan siswa tersebut. Guru tidak  menutup kemungkinan untuk memberikan tugas-tugas lain yang menantang bagi siswa dengan  keistimewaan ini. Tantangan-tantangan seperti inilah yang dapat memfasilitasi siswa dengan karakteristik belajar istimewa. 

Guru sebagai Peneliti 

Menilik peran guru sebagai peneliti, tentu harus dipetakan penelitian seperti apa yang  dapat dilakukan oleh guru SD secara umum maupun SD Inklusif. Penelitian yang dapat  dilakukan oleh guru yaitu penelitian-penlitian yang bersifat fungsional. Menurut  Suyanto & Jihad (2013:74) penelitian ideal yang dapat dilakukan oleh guru yaitu  penelitian tindakan (action research). Kecakapan ini dapat digunakan guru dalam  rangka mengumpulkan informasi, menganalisis informasi dengan cermat, sehingga  dugaan-dugaan tentang efektifitas, efisiensi dan kemenarikan perencanaan,  pelaksanaan, pembelajaran dapat dipertanggungjawabkan kevalidannya.  

Pembelajaran dan peningkatan layanan di sekolah inklusif diharapkan membaik  mutunya. Penelitian yang dilakukan oleh guru ataupun kepala sekolah berpotensi menjadi  sarana untuk memperbaiki kualitas pembelajaran dan layanan inklusif dengan lebih valid. Hasil  penelitian dapat menjadi bahan refleksi dan renungan bersama guna menentukkan strategi yang  lebih baik, ataupun menentukan strategi baru yang memunginkan digunakan untuk inklusif  disekolah. 

Penguatan dan Pembentukan Komunitas Belajar Guru Inklusif 

Komunitas belajar guru merupakan sebuah jaringan taupun wadah yang dapat  digunakan oleh guru untuk dapat mengembangkan keprofesiannya secara berkelanjutan. Komunitas atau kelompok belajar ini dapat satu bidang studi, antar  bidang studi, antar sekolah maupun antar jenjang sekolah. Guru-guru dapat membuat  jaringan secara offline maupun online. Secara offline guru dapat melakukan lokakarya,  seminar, diskusi terprogram ataupun pelatihan-pelatihan. Semetara online dapat  dilakukan daamkomunitas-komunitas online melalui Whatsapp, facebook, instagram,  twitter ataupun media sosial lain. 

Ada manfaat sehingga pembentukan komunitas belajar ini penting. Setiap guru  memiliki masalah berbeda dalam pembelajaran. Guru dapat saling sharing ataupun  saling belajar mengenai alterantif penyelesian dari setiap masalah dalam pembelajaran.  Bagi guru di sekolah inklusif manfaat yang didapat tentunya jauh lebih banyak lagi.  Selain penanganan masalah pembelajaran, guru-guru di sekolah-sekolah inklusif dapat  saing bertukar pikiran mengenai alternatif pemenuhan kebutuhan bagi siswa  berkebutuhan khusus. Bagi mereka yang sedang menghadapi siswa berkebutuhan khusus sejenis dapat bertukar pengalaman. 

 

Karya: Aliva Dwi Lestari

Judul: TANTANGAN GURU INKLUSI SEKOLAH DASAR DIMASA MENDATANG

Asal: H.2010896_Universitas Djuanda

wisatakopi
Author: wisatakopi

This Post Has One Comment

  1. Your point of view caught my eye and was very interesting. Thanks. I have a question for you.

Leave a Reply